Sabtu, 21 Juli 2012

10 Materi Kultum Ramadhan

   
Assalamu'alaikum Wr.Wb.
Dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah DAI maka dari itu saya berikut ini saya susun 10 materi kultum Ramadhan. Semoga bermanfaat... Amin.....


    KULTUM 1
Hakikat Puasa
Segala puji bagai Allah. Salawat dan salam senantiasa tercurah kepada Nabi terakhir, Nabi kita Muhammad, keluarganya, para sahabat dan siapa saja yang mengambil petunjuknya hingga hari kiamat.
Saudaraku Muslim, puasa Ramadhan merupakan salah satu dari lima Rukun Islam, maka perhatikanlah benar-benar rukun asas ini, agar dosa-dosamu yang lalu benar-benar diampuni. Perhatian tersebut dalam bentuk:
Puasamu haruslah karena imanmu, bahwa Allah mewajibkan puasa Ramadhan. Allah swt- telah berfirman:
“…Barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, hendaklah ia berpuasa pada bulan itu… “ (QS. Al-Baqarah: 185)
Dan sabda Rasulullah -shalallahu alaihi wasalam-:
“Datang kepada kalian bulan Ramadhan, bulan berkah, Allah azzawajalla mewajibkan kalian berpuasa pada bulan itu.”
[HR. Ahmad dan an-Nasai. Hadits sahih]
Mengetahui dengan keyakinan bahwa puasa Ramadhan merupakan salah satu dari lima fondasi yang Islam dibangun di atasnya. Berimanlah dengan hal itu. Mengetahui pentingnya puasa, serta kedudukannya dalam agama Islam ini. Rasulullah -shalallahu alaihi wasalam- bersabda dalam Hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar -radiallahu’anhu-:
“Islam dibangun atas lima perkara: Persaksian bahwa tidak ada Tuhan yang berhak diibadahi selain Allah dan Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya, mendirikan shalat, menunaikan zakat, berhaji ke baitullah (Kakbah) dan puasa Ramadhan.”
[HR. As-Syaikhân (al-Bukhari dan Muslim)]
Yakinilah bahwa pada puasa Ramadhan terdapat kebaikan untukmu, karena yang mewajibkannya adalah Allah yang mengetahui apa yang terbaik bagi makhluk-Nya. Sebagaimana firman-Nya -ta’âla-:
“Apakah Allah yang menciptakan itu tidak mengetahui (yang kamu lahirkan atau rahasiakan); dan Dia Maha Lembut lagi Maha Mengetahui?” (QS. Al-Mulk: 14)
Jika berpuasa, harapkanlah pahalanya di sisi Allah. Jangan mencari sesuatu selain pahala puasamu di sisi Rabb-mu. Jangan termasuk mereka yang berniat puasa agar terjaga dari penyakit, mengobati sakit yang diderita, ingin mengurangi berat badan atau semata mengurangi hawa nafsunya tanpa mengharapkan pahala dari Allah. Allah -ta’âla- telah berfirman:
“Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Al-Hûd: 15-16)
Maka itu jadikan puasamu semata-mata karena wajah Allah, negeri akhirat dan tengah menaati perintah Allah dan rasul-Nya -shalallahu alaihi wasalam- Aku dengar dan aku taati.”
Jika engkau mengharap pahala puasamu kepada Tuhan-mu, yang tidak mengganjarnya selain Dia sendiri, itu akan menuntutmu berpuasa sesempurna mungkin dalam menjaga niat maupun mengharap balasan, jauh dari apa-apa yang merusak puasamu, baik yang membatalkan maupun yang merusak kesempurnaan pahala. Jadikan pandanganmu tertumpu pada sabda Rasulullah -shalallahu alaihi wasalam- :
“Setiap amal anak Adam dilipatgandakan pahalanya sepuluh kali lipat hingga 700 kali lipat. Allah -azzawajalla- berfirman, “Kecuali puasa, sesungguhnya ia untuk-Ku, dan Aku yang akan mengganjarnya.”
[HR. As-Syaikhân]
Jika engkau berpuasa, wahai saudaraku Muslim, hendaknya yang ada di benak, pikiran dan hatimu adalah menginginkan wajah Allah semata. Terdorong dengan sabda Rasulullah -shalallahu alaihi wasalam-:
“(Allah berfirman: ) ‘Kecuali puasa, sesungguhnya ia untuk-Ku dan Aku yang akan mengganjarnya. Dia meninggalkan hawa nafsu dan makanannya demi aku.”
Jika engkau menjalani puasa Ramadhan dengan iman dan mengharap pahala, maka engkau akan mendapatkan pengampunan dosa-dosa (kecil) yang telah lalu dengan keutamaan dan rahmat Allah. Rasulullah -shalallahu alaihi wasalam- bersabda dalam hadits Abu Hurairah -radiallahu’anhu-:
“Siapa yang puasa Ramadhan dengan iman dan mengharap pahala, diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.”
[HR. As-Syaikhân]
Tetapi engkau harus menghindari dosa-dosa besar. Rasulullah -shalallahu alaihi wasalam- telah bersabda:
“Antara shalat lima waktu, Jumat ke Jumat, Ramadhan ke Ramadhan adalah penghapus dosa di antara itu semua, jika dosa besar dapat dihindari.”
[HR. Muslim dan selainnya].

KULTUM 2
 “Yaa ayyuhal ladziina aamanuu kutiba ‘alaikumush shiyaamu kamaa kutiba ‘alal ladziina min qablikum la’allakum tattaqquun”, “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu shaum sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa” (Al Baqarah, 2 : 183)
Seruan ayat di atas khususnya ditujukan hanya bagi orang-orang yang beriman. Ini bermakna bahwa tidak ada arti apa-apa bagi amal seseorang jika dilakukan tidak berdasar iman. Betapapun mulianya amal perbuatan seseorang, kalau dilakukan tanpa dasar iman dengan niat semata-mata ingin mencapai ridha Allah, maka sia-sialah amalnya itu, dia tidak menjadi amal yang shaleh di hadapan Allah SWT.
Adapun ciri-ciri orang yang beriman cukup banyak dipaparkan dalam Al Qur’an, salah satu di  antaranya sebagaimana dalam firman-Nya:  “Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah, mereka itulah orang-orang yang benar” (Al Hujuraat, 49 : 15).
Berkaitan dengan Ramadhan, ada beberapa hadits yang patut kita simak. Di antaranya dalam sabdanya: “Jika tiba bulan suci Ramadhan maka dibukalah oleh Allah pintu-pintu surga (rahmat Allah) dan ditutuplah rapat-rapat pintu neraka dan syaitan pun dibelenggu” (HR. Bukhari). Maknanya, bahwa dalam bulan Ramadhan, Allah SWT memberikan peluang bagi setiap orang yang mau melaksanakan ibadah dengan Allah membuka selebar-lebarnya jalan masuk syurga dan seakan-akan tertutuplah baginya untuk masuk pintu neraka Jahannam.
Untuk memudahkan orang-orang memasuki pintu syurga, maka selama bulan Ramadhan Iblis pun dibelenggu oleh Allah. Mereka tidak diberi kesempatan oleh Allah untuk menggoda manusia agar manusia lebih mudah lagi menuju syurga. Bila syaitan selama bulan Ramadhan dibelenggu, maka saat itu pula semoga kita bisa introspeksi diri kita, siapa sebenarnya diri kita ? Karena ada di antara saudara kita yang melakukan perbuatan maksiat di luar bulan Ramadhan sering pula dia berdalih menyalahkan syaitan, karena syaitanlah yang menjerumuskannya.
Dalam hadits lain, dari Abu Hurairah ra. berkata: Nabi Saw. bersabda:  “Setiap amal Bani Adam dilipatgandakan pahalanya, satu kebaikan sepuluh kali lipat sampai tujuh ratus kali lipat. Allah berfirman: “kecuali shaum, shaum itu untuk-Ku dan Aku-lah yang akan memperhitungkannya” (HR. Muslim)    Kenapa Allah SWT sampai harus menyatakan, bahwa shaum itu khusus untuk-Ku ? Padahal semua ibadah yang kita lakukan dalam kehidupan ini semuanya hanya untuk Allah. Memang, semua ibadah yang kita lakukan adalah untuk Allah, tapi mungkinkah seseorang itu shalat, berzakat, menunaikan haji dan bersedekah bukan karena Allah? “Sangat mungkin”. Tapi sangat kecil kemungkinan seseorang itu shaum bukan karena Allah.
Dalam lanjutan haditsnya, lalu Allah SWT menjanjikan bagi seseorang yang bisa mencapai hakikat shaum, dikatakan bahwa dia akan memperoleh “dua” kebahagiaan atau kenikmatan. Kenikmatan pertama, dia akan memperoleh kebahagiaan atau kenikmatan saat berbuka. Kenikmatan ini bisa diperoleh seseorang yang shaum setelah dari terbit fajar hingga terbenam matahari bisa mengendalikan hawa nafsu dari perbuatan yang tidak diridhai Allah.  Kenikmatan kedua, orang yang bisa mencapai hakikat shaum dijanjikan Allah di akhirat kelak dia bisa berjumpa dengan Allah.
Pada ujung hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim ini dinyatakan bahwa “bau mulut orang yang sedang shaum itu di sisi Allah lebih wangi daripada minyak kasturi”. Pernyataan Allah SWT yang seperti ini menunjukkan bahwa setiap orang yang shaum dan shaumnya baik dan benar sesuai yang dicontohkan Rasulullah Saw, maka semua aspek kehidupannya dihargai oleh Allah. Dari mulai ucap, sikap dan perilakunya akan bernilai di sisi Allah SWT. Kenapa bisa disimpulkan demikian ? Karena bau mulut seorang yang sedang shaum saja bernilai.
Dalam hadits lain dari Abu Hurairah yang diriwayatkan Imam Bukhori, Rasulullah Saw menyatakan, “Barang siapa yang tidak bisa menahan diri dari ucapan-ucapan yang keji atau melakukan perbuatan yang keji, maka tidak ada kepentingan bagi Allah dia menahan diri dari lapar dan dahaga”. Syariat shaum di antaranya adalah menahan diri dari makan dan minum yang halal, sebab dari yang haram seseorang sudah pasti harus “shaum” (menahan diri) seumur hidup. Agar seseorang bisa menahan diri dari yang haram seumur hidup, maka dilatihlah ia oleh Allah selama bulan Ramadhan dari terbit fajar hingga terbenam matahari dengan bershaum dari hak milik sendiri yang halal. Maka apa artinya shaum dari yang halal, kalau sepanjang hari melakukan yang haram dengan mengucapkan kata-kata yang keji, misalnya.
Adakah maksud tertentu di balik perintah “Shaum” (menahan diri) untuk menikmati sesuatu yang halal dari terbit fajar hingga terbenam matahari ? Padahal, yang akan dinikmati itu adalah milik sendiri yang halal. Maksud dari latihan selama sebulan “Shaum” dari yang halal itu adalah diharapkan sebelas bulan berikutnya di luar bulan Ramadhan semestinya bisa dan mampu shaum untuk menahan diri dari yang haram. Inilah sebenarnya hakikat shaum yang dikehendaki oleh Allah yang jika dipenuhi oleh setiap Mu’min, dipastikan ia akan mencapai derajat termulia di sisi Allah SWT yakni Muttaqien sebagai buah dari shaumnya (Q.S. Al Baqarah, 2 : 183).
Agar kita mencapai derajat Muttaqien (Q.S. Al Hujuraat, 49 : 13) kita dituntut menunaikan amal ibadah termasuk di dalamnya ibadah shaum dengan penuh kesungguhan sehingga kita tidak sampai terancam oleh peringatan Rasulullah Saw yang dalam haditsnya menyatakan, “Alangkah banyaknya orang yang melakukan ibadah shaum, mereka tidak memperoleh apa-apa dari shaumnya kecuali lapar dan dahaga” (HR. Ahmad dan Hakim). IniIah yang mesti kita khawatirkan, bagaimana agar jangan sampai kita masuk golongan mayoritas orang yang shaum tapi tidak sampai kepada tujuan shaum yang menjadikan kita insan yang muttaqien.
Semoga ibadah Ramadhan kita kali ini dapat mengantarkan kita untuk dapat memenuhi kriteria-kriteria takwa yang telah sesuai dengan yang dikehendaki-Nya. Amin!
Wallahu a’lam bish-shawab


.
KULTUM 3
.
Ramadhan selalu dinanti hamba-hamba Allah yang beriman. Selama sebulan penuh, insan-insan beriman dan bertakwa diwajibkan untuk menunaikan ibadah shaum. Shaum Ramadhan bertujuan untuk mencetak hamba-hamba Allah SWT yang beriman dan bertakwa.
Secara bahasa shaum berarti menahan (imsak). Sedangkan secara istilah shaum berarti menahan makan, minum, menggauli istri dan segala yang membatalkan puasa, dari terbit fajar hingga terbenam matahari, dengan niat ibadah.
Psikiater terkemuka di Tanah Air, Prof Dr Dadang Hawari, menegaskan, inti dari shaum adalah pengendalian diri. Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia itu, menambahkan, shaum bukan hanya sekedar menahan lapar dan dahaga. “Yang paling penting adalah mengendalikan diri dari hal-hal yang dilarang,” tuturnya.
Dengan mampu mengendalikan diri, tutur dia, maka seorang Muslim dapat tercegah dari segala perbuatan keji dan munkar. Saat ini, kata Dadang, perbuatan keji dan munkar tengah melanda sebagian besar masyarakat Indonesia. Perbuatan keji dan munkar itu, lanjutnya, berbentuk 5M.
Pertama, madat alias narkotika. Kedua, minuman keras. Ketiga, main judi. Keempat maling termasuk korupsi. Kelima madon atau main perempuan, prostitusi, pelacuran, dan penyimpangan seksual lainnya. “Kalau shaum benar-benar dilaksanakan dengan baik, maka seorang Muslim akan anti terhadap 5M tadi,” ungkapnya. Sayangnya, kata dia, pada sebagian Muslim, puasa masih hanya jadi sebatas ritual.
“Akibatnya, puasa, ya, puasa, korupsi dan kemaksiatan tetap masih juga,” ujarnya. Mengapa hal itu bisa terjadi? Dadang menegaskan, hal itu terjadi karena rukun Islamnya saja yang dijalankan.
“Rukun imannya di mana? Kalau, misalnya, saya beriman kepada Allah yang Maha Tunggal, Maha Mengetahui, Maha Melihat, bagaimana saya mau korupsi. Apalagi saya percaya bahwa malaikat di kanan-kiri, mencatat apa yang saya lakukan. Maka tidak mungkin saya melakukan hal-hal yang keji dan munkar itu. Rukun iman ini yang kurang. Ini yang menjadi masalah kita.”
Majelis Pimpinan Badan Kerja Sama Pondok Pesantren se-Indonesia (BKSPPI), Prof KH Didin Hafidhuddin, mengungkapkan, tujuan utama shaum bulan Ramadhan adalah mencetak manusia-manusia yang bertakwa. Menurut dia, takwa adalah orang yang selalu berusaha meningkatkan kualitas diri, kualitas akhlak, kualitas pengetahuan, kualitas ibadahnya kepada Allah maupun juga kualitas kesalehan sosialnya.
Ia mengungkapkan, praktik-praktik yang dijalankan dalam ibadah shaum menggambarkan sesuatu yang sangat luar biasa. Shaum, kata dia, meng ajarkan prinsip hidup jujur. Seorang yang berpuasa tidak mau makan, minum, di tengah hari, walaupun itu makanan dan minuman halal, serta tidak ada orang yang tahu. Semua itu dilakukan karena sadar bahwa Allah Maha Tahu.
Hal seperti itu sudah seharusnya diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. “Kita jadi tidak mau berbuat curang, korupsi, walapun tidak ada yang tahu, pengawas tidak tahu, aparat hukum tidak tahu. Kita menyadari Allah Maha Tahu,” papar ketua umum Baznas itu. Kesadaran semacam itu, kata dia, harus dibangun seluruh umat Muslim.
Selain itu, papar dia, ibadah puasa juga membangun empati kepada sesama, terutama kepada orang-orang fuqara. Empati bermakna, seorang Muslim tak akan mengkonsumsi sesuatu secara berlebih-lebihan, sementara orang lain banyak yang membutuhkan.
Ibadah shaum, tutur Kiai Didin, juga bertujuan membangun ukhuwwah. “Satu perasaan yang diba ngun oleh ajaran Islam. Kalau sama rata nggak mung kin. Yang dibangun oleh Islam sama-rasa,” ujarnya. Sehingga, antara sesama Muslim tumbuh ka sih sayangnya, saling mencintai, menghormati, menghargai seperti satu tubuh yang tak dapat dipisahkan Ketua MUI Kabupaten Bogor, Dr KH Ahmad Mukri Ajie, menambahkan, Ramadhan adalah bulan yang penuh dengan keutamaan, penuh dengan kemuliaan, antara lain dengan melaksanakan puasa Ramadhan. Sehingga, shaum Ramadhan bisa melebur berbagai kehilapan dan dosa.
.
KULKULTUM 4

Ramadhan sering datang dengan tiba-tiba, dan berlalu begitu cepat tanpa terasa. Ia adalah momentum termahal yang pernah kita punya untuk mendulang pahala
Ramadhan yang dirindukan telah menjelang.  Setiap kita mempunyai beragam cara untuk menyambutnya. Musim kebaikan tahunan ini memang tak layak untuk dilewatkan begitu saja.  Bahkan Rasulullah SAW sejak awal mengadakan briefing penyambutan Ramadhan di tengah-tengah para sahabat.  Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah SAW bersabda : “ Sungguh telah datang padamu sebuah bulan yang penuh berkah dimana diwajibkan atasmu puasa di dalamnya, (bulan) dibukanya pintu-pintu surga, dan ditutupnya pintu-pintu neraka jahannam, dan dibelenggunya syaitan-syaitan, Di dalamnya ada sebuah malam yang lebih mulia dari seribu bulan. Barang siapa diharamkan dari kebaikannya, maka telah diharamkan (seluruhnya) “(HR Ahmad, Nasa’i dan Baihaqi)
Ramadhan sering datang dengan tiba-tiba, dan berlalu begitu cepat tanpa terasa. Ia adalah momentum termahal yang pernah kita punya untuk mendulang pahala. Ini mirip bulan promosi dan besar-besaran  yang ditawarkan di pusat-pusat perbelanjaan. Kebaikan nilai pahalanya menjadi berlipat-lipat, semua orang berburu memborongnya. Saya sering mengibaratkan Romadhon itu : Bagaikan kita mendapat ‘hadiah’ di sebuah pusat perbelanjaan. Kita diberi kesempatan untuk mengambil semua barang belanja di dalamnya, namun hanya dalam waktu beberapa saat saja !  Allah SWT menggambarkannya dalam Al-Qur’an : ” (yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu” ( QS Al-Baqarah 184)
Semua kita, jika diberi kesempatan ‘gratisan’ semacam itu, pasti segera meloncat lalu berlari menuju rak-rak belanjaan untuk segera mengambil barang-barang, dari yang termahal hingga termurah. Nyaris tanpa henti hingga waktunya selesai. Lelah berkeringat bukan masalah. Apa yang dalam pikiran kita adalah ini kesempatan berharga.. Sekali lengah atau berhenti bisa berarti kerugian yang tak terbayangkan.  Apa makna dari gambaran di atas ? Satu arti yang harus kita pahami dan kita catat dengan baik adalah ; bahwa Ramadhan memang benar-benar berbeda. Perlu interaksi, konsentrasi dan energi yang berbeda pula dalam menyikapinya. Jangan sekali-sekali menyamakan  Ramadhan dengan sebelas bulan yang lainnya. Berbeda dan sungguh berbeda, bahkan mulai dari cara kita menyambutnya. Yang menyamakan siap-siap saja gulung tikar di hari-hari pertama.
Salah satu cara kita menyambutnya adalah dengan memahami Hikmah Ramadhan. Kita bisa sesibuk apapun dalam bulan Ramadhan, tapi tanpa menyelami hikmahnya, barangkali yang tersisa saat Syawal menjelang hanyalah kelelahan fisik yang tak terkira. Saat musim mudik usai, mungkin hanya suara parau sisa kebut-kebutan tilawah yang bersisa. Namun sebaliknya, dengan mengetahui sejuta hikmah dalam Ramadhan, maka kita akan menikmati amal-amal ibadah dalam Ramadhan dengan penuh penghayatan dan kekhusyukan. Kita menjalani paket ibadah Ramadhan lengkap dengan lebih ringan karena memahami manfaatnya buat kita. Dan lebih hebat lagi, setelah Ramadhan usai pun kita masih bisa merasakan hikmahnya dalam menjalani hari-hari selanjutnya.
Mari sejenak mengambil ibarat : seorang yang minum obat-obatan dan seorang yang minum madu atau multivitamin. Yang minum obat-obatan, biasanya sekedar ‘menggugurkan’ kewajiban agar terbebas dari rasa sakitnya. Ia sendiri tak pernah paham khasiat apa yang terkandung dalam obat tersebut. Yang jelas dokter mewajibkannya meminum obat tersebut secara rutin tiga kali sehari. Maka ia meminumnya dengan setengah hati dan terbebani. Lain lagi dengan seorang yang minum madu atau multivitamin yang sejenis. Ia tahu persis khasiat yang terkandung di dalamnya, sebagaimana ia juga meyakini manfaat besar yang akan ia dapatkan ketika meminumnya. Maka ia meminumnya dengan begitu ringan dan bersemangat. Contoh kedua inilah yang ingin kita praktekkan dalam hari-hari Ramadhan kita. Kita memahami hikmah dan ‘khasiat’ ramadhan bagi diri kita, lalu menikmati dan menjalani semua amal dan aktifitas di dalamnya dengan penuh semangat, gairah dan vitalitas !! ( ups .. mirip iklan jadinya).
Saya meyakini ada sejuta hikmah dalam Ramadhan yang mulia ini. Mari kita intip tiga di antaranya sebagai penyemangat awal sekaligus oleh-oleh Ramadhan saat telah usai nanti :
Pertama : Ramadhan sebagai Training Keikhlasan
Puasa adalah ibadah yang melatih keikhlasan. Maka puasa Ramadhan selama sebulan adalah training keikhlasan yang sangat efektif. Sejak awal Rasulullah SAW menjelaskan betapa ibadah puasa benar-benar jalur langsung antara seorang dengan Tuhannya. Puasa menjadi ibadah yang begitu mulia karena langsung dinilai oleh Allah sang Maha Mulia.  Beliau meriwayatkan firman Allah SWT dalam sebuah hadits Qudsi : “ Setiap amal manusia adalah untuknya kecuali Puasa, sesungguhnya (puasa) itu untuk-Ku, dan Aku yang akan membalasnya “ ( HR Ahmad dan Muslim).
Ibadah Puasa melatih kita untuk ikhlas dalam arti yang paling sederhana, yaitu : beramal hanya karena Allah SWT, mengharap pahala dan keridhoan-Nya.  Betapa tidak ? Hampir semua ibadah bisa dideteksi dengan mudah oleh semua manusia, kecuali puasa. Orang menjalankan sholat dan zakat bisa dengan mudah  terlihat dengan mata telanjang. Apalagi ibadah haji, rasa-rasanya satu kampung pun bisa mengetahui kalau salah satu kita menunaikan ibadah haji. Berbeda dengan puasa, yang hampir-hampir tidak bisa diketahui oleh orang lain karena kita ‘sekedar’ menahan tidak makan minum dan berhubungan badan.
Artinya, dalam puasa kita dipaksa untuk ‘ikhlas’ menjalani itu semua hanya karena Allah SWT. Sekiranya bukan karena ikhlas, akan sangat mudah bagi seseorang untuk mengelabui keluarga atau teman-temannya. Ia bisa ikut sahur dan juga berbuka bersama keluarga, tapi di siang hari mungkin saja menyantap lahan makanan di warung langganannya. Kita semua juga bisa berakting puasa dengan mudah, tapi lihatlah : tidak pernah terbersit dalam hati kita untuk menjalani puasa dengan modus semacam itu. Subhanallah, inilah training keikhlasan terbaik yang pernah kita dapati. Sebulan penuh merasa di awasi dan beramal hanya karena Allah SWT. Mari kita sedikit berangan, seandainya kaum muslimin di Indonesia bisa mengambil sedikit saja oleh-oleh keikhlasan samacam ini untuk bulan-bulan selanjutnya, bisa kita bayangkan angka kejahatan, korupsi dan sebagainya insya Allah akan menurun drastis. Karena mereka semua merasa di awasi oleh Allah SWT, lalu menjalankan ketaatan dengan ikhlas sebagaimana meninggalkan kemaksiatan juga dengan ikhlas.
Kedua : Ramadhan untuk Training Keistiqomahan
Momentum Ramadhan yang  penuh dengan berbagai amalan –dari pagi hingga malam hari- mau tidak mau, suka tidak suka, akan membuat seorang berlatih untuk istiqomah dalam hari-hari selanjutnya. Kita semua benar-benar menjadi orang yang sibuk dalam bulan Ramadhan. Bangun di awal hari untuk sholat malam dan sahur, kemudian siang hari yang dihiasi tilawah dan dakwah, belum lagi malam hari yang bercahayakan tarawih dan tadaruh. Semua kita lakukan dalam tempo sebulan penuh terus menerus. Sebuah kebiasaan tahunan yang nyaris tidak kita percaya bahwa kita bisa menjalaninya.  Semangat beribadah kita benar-benar dipacu saat memulai Ramadhan. Bahkan Rasulullah SAW memberikan panduan agar melipatgandakan semangat saat akan melepas bulan mulia tersebut. Dari Aisyah ra, ia berkata : adalah Nabi SAW ketika masuk sepuluh hari yang terakhir (Romadhon), menghidupkan malam, membangunkan istrinya, dan mengikat sarungnya (HR Bukhori dan Muslim)
Bila training keistiqomahan ini kita resapi dengan baik, maka kita akan terbiasa beramal secara terus menerus dan berkelanjutan dalam bulan yang lain. Segala halangan dan rintangan akan teratasi dengan sempurna karena semangat istiqomah yang telah tertempa dalam dada kita. Pada bulan berikutnya, saat lelah melanda, ada baiknya kita mengingat kembali semangat kita yang menyala-nyala dalam bulan Ramadhan. Untuk kemudian bangkit dan melanjutkan amal dengan penuh semangat !
Ketiga : Ramadhan sebagai Training Ihsan
Syariat kita mengajarkan untuk optimal atau ihsan dalam setiap ibadah. Tak terkecuali dengan ibadah puasa Ramadhan. Setiap kita diminta untuk meniti hari-hari puasa dengan penuh ketelitian. Menjaganya dari segala onak yang justru akan memporakporandakan pahala puasa kita. Rasulullah SAW telah mengingatkan : ” Betapa banyak orang yang berpuasa, tapi tidak mendapatkan dari puasanya kecuali hanya rasa lapar. Dan betapa banyak orang yang sholat malam, tapi tidak mendapatkan dari sholatnya kecuali hanya begadang ” (HR Ibnu Majah)
Ini artinya, hari-hari puasa kita haruslah penuh kehati-hatian. Menjaga lisan, pandangan dan anggota badan lainnya dari kemaksiatan. Sungguh berat, tapi tiga puluh hari latihan seharusnya akan membuat kita melangkah lebih ringan dalam hal ihsan pada bulan-bulan selanjutnya.  Bahkan semestinya, perilaku ihsan ini memang menjadi branding kaum muslimin dalam setiap amalnya.
Terakhir, banyak hikmah lain yang terserak sedemikian rupa dalam titian tiga puluh hari yang mulia ini.  Tidak ada pilihan lain bagi kita kecuali mengais hikmah-hikmah tersebut dari hari ke hari Ramadhan kita, untuk kemudian menjadikannya sebagai simpanan dalam menyambut bulan-bulan berikutnya.  Mari memulai dari keinginan tulus dalam hati untuk mensukseskan Ramadhan tahun ini. Lalu diikuti dengan kesungguhan dalam mengisinya bahkan hingga saat hilal Syawal menjelang. Agar kegembiraan yang dijanjikan bisa kita dapatkan. Rasulullah SAW bersabda : ” Bagi orang yang berpuasa ada dua kegembiraan, kegembiraan ketika berbuka ( buka puasa dan juga saat Idul Fitri) dan kegembiraan saat bertemu Tuhan mereka ” ( Hadits Bukhori & Muslim ). Wallahu a’lam bisshowab.

KULTUM      5
Hal yang harus dihindari dalam Berpuasa
marilah kita berpuasa dengan benar, baik secara lahiriah (tidak makan dan minum) maupun memuasakan hati dan pikiran kita dari hal-hal yang buruk.
Dalam sebuah hadis sahih, Rasulullah SAW menyatakan, banyak orang yang berpuasa, tetapi tidak menghasilkan apa pun dari puasanya, selain lapar dan haus. (HR Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, dan Al-Hakim).
Hadis ini mengisyaratkan secara tegas bahwa hakikat shaum (puasa) itu, sesungguhnya, bukanlah hanya menahan lapar dan dahaga. Akan tetapi, puasa adalah menahan diri dari ucapan dan perbuatan kotor yang merusak dan tidak bermanfaat. Termasuk juga kemampuan untuk mengendalikan diri terhadap cercaan dan makian orang lain. Itulah sebagian dari pesan Rasulullah SAW terhadap kaum Muslimin yang ingin puasanya diterima Allah SWT.
Pada umumnya, orang yang berpuasa mampu menahan diri dari makan dan minum, dari terbit fajar sampai terbenam matahari, sehingga puasanya sah secara hukum syariah. Akan tetapi, banyak yang tidak mampu (mungkin juga kita) mengendalikan diri dari hal-hal yang mereduksi, bahkan merusak pahala puasa yang kita lakukan.
Pertama, ghibah, menyebarkan keburukan orang lain, tanpa bermaksud untuk memperbaikinya. Hanya agar orang lain tahu bahwa seseorang itu memiliki aib dan keburukan yang disebarkan di televisi dan ditulis dalam surat kabar dan majalah, lalu semua orang mengetahuinya. Penyebar keburukan orang lain pahalanya akan mereduksi sekalipun ia melaksanakan puasa, bahkan mungkin hilang akibat perbuatan ghibah yang dilakukannya.
Kedua, memiliki pikiran-pikiran buruk dan jahat, dan berusaha melakukannya, seperti ingin memanfaatkan jabatan dan kedudukan untuk memperkaya diri, terus-menerus melakukan korupsi, mengurangi takaran dan timbangan, mempersulit orang lain, dan melakukan suap-menyuap. Jika hal itu semua dilakukan, perbuatan tersebut pun dapat mereduksi pahala puasa, bahkan juga dapat menghilangkan pahala serta nilai-nilai puasa itu sendiri.
Ketiga, sama sekali tidak memiliki empati dan simpati terhadap penderitaan orang lain yang sedang mengalami kelaparan atau penderitaan, miskin, dan tidak memiliki apa-apa. Orang yang berpuasa, akan tetapi tetap berlaku kikir dan bakhil, nilai puasanya akan direduksi atau dihilangkan oleh Allah SWT.
Oleh karena itu, marilah kita berpuasa dengan benar, baik secara lahiriah (tidak makan dan minum) maupun memuasakan hati dan pikiran kita dari hal-hal yang buruk. Latihlah pikiran dan hati kita untuk selalu lurus dan jernih, disertai dengan kepekaan sosial yang semakin tinggi. Berusahalah membantu orang-orang yang sedang mengalami kesulitan hidup. Wallahu a’lam bish-shawab.

KULTUM 6
Ramadhan adalah bulan berkah, bulan sejuta hikmah, dan bulan kemuliaan yang lebih baik dari seribu bulan. Pendek kata, beruntunglah orang-orang yang bertemu dengan Ramadhan dan bisa berbuat kebajikan di dalamnya. Kemuliaan dan keberkahan Ramadhan telah disampaikan oleh Allah dan Rasul-Nya.
Wahai segenap manusia, telah datang kepada kalian bulan yang agung penuh berkah, bulan yang di dalamnya terdapat satu malam yang nilainya lebih baik dari seribu bulan. Allah menjadikan puasa di siang harinya sebagai kewajiban, dan qiyam di malam harinya sebagai sunah. Barangsiapa menunaikan ibadah yang difardukan, maka pekerjaan itu setara dengan orang mengerjakan 70 kewajiban.
Ramadhan merupakan bulan kesabaran dan balasan kesabaran adalah surga. Ramadhan merupakan bulan santunan, bulan yang di mana Allah melapangkan rezeki setiap hamba-Nya. Barangsiapa yang memberikan hidangan berbuka puasa bagi orang yang berpuasa, maka akan diampuni dosanya, dan dibebaskan dari belenggu neraka, serta mendapatkan pahala setimpal dengan orang yang berpuasa tanpa mengurangi pahala orang berpuasa tersebut.” (HR Khuzaimah).
Dari hadis di atas, ada beberapa keutamaan Ramadhan. Pertama, syahrul azhim (bulan yang agung). Azhim adalah nama dan sifat Allah. Namun, juga digunakan untuk menunjukkan kekaguman terhadap kebesaran dan kemuliaan sesuatu. Ramadhan mulia dan agung, karena Allah sendiri telah mengagungkan dan memuliakannya.
Kedua, syahrul mubarak. Bulan ini penuh berkah, berdayaguna dan bermanfaat. Detik demi detik, waktu yang berjalan pada bulan suci ini, ia bagaikan rangkaian berlian yang sangat berharga bagi orang beriman. Karena semuanya diberkahi dan amal ibadahnya dilipatgandakan.
Ketiga, syahru shiyam. Pada bulan Ramadhan dari awal hingga akhir kita menegakkan satu dari lima rukun (tiang) Islam yang sangat penting, yaitu shaum (puasa). Keempat, syahru nuzulil qur’an. “Bulan Ramadhan adalah bulan yang di dalamnya diturunkan Alquran sebagai petunjuk bagi manusia, penjelasan bagi petunjuk, dan furqan (pembeda).” (Al-Baqarah [2]: 185).
Kelima, syahrul musawwah (bulan santunan). Di bulan Ramadhan sangat dianjurkan bagi setiap Muslim untuk saling bederma, berkasih sayang dengan sesamanya yang keadaannya jauh memprihatinkan daripada kita.
Keenam, syahrus shabr (bulan sabar). Bulan Ramadhan melatih jiwa Muslim untuk senantiasa sabar tidak mengeluh dan tahan uji. Sabar adalah kekuatan jiwa dari segala bentuk kelemahan mental, spiritual, dan operasional. Orang bersabar akan bersama Allah sedangkan balasan orang-orang yang sabar adalah surga. Semoga semua bisa memanfaatkan momentum Ramadhan ini untuk memperbanyak ibadah kepada Allah. Amin.

KULTUM 7

Beberapa kebiasaan di bulan Ramadhan

Seperti kita ketahui bersama bahwa Ramadan adalah bulan yang penuh dengan kebaikan, bulan yang penuh dengan ampunan, bulan yang penuh berkah, bulan yang Insya Allah membawa manusia dalam taraf keimanan yang paling tinggi.
Berbagai kebaikan yang kita kerjakan di bulan Ramadan akan mendapatkan pahala yang berlipat ganda dari Allah? Jika kita mengerjakan ibadah sunnah, maka ganjarannya akan sama dengan mengerjakan ibadah wajib di hari-hari lainnya. Dan bila kita mengerjakan ibadah wajib, maka Allah akan mengganjarnya dengan pahala 700 kali lipat dari pahala di hari-hari biasa. Belum lagi janji ampunan dari Allah bagi kita. Plus door prize malam Lailatul Qadar di 10 hari terakhir bulan Ramadan.
Namun sayangnya banyak sekali orang yang tidak memanfaatkan bulan ini dengan sebaik-baiknya. Ramadan hanyalah menjadi sebuah ritual menjelang lebaran, tanpa memiliki dampak apapun bagi kondisi keimanan kita.
Berikut adalah kesalahan-kesalahan umum dalam memaknai Bulan Ramadan:

1. Uang belanja bertambah.

Salah satu hikmah puasa adalah agar kita bisa berempati dengan kesusahan yang dirasakan oleh kaum fakir miskin. Bagaimana lapar dan dahaganya kaum fakir dan miskin. Beruntungnya, kita masih yakin kapan kita akan makan, kita hanya menahan lapar dan dahaga dari terbit fajar hingga terbenam matahari. Setelah itu kita masih bisa makan sepuasnya, sedangkan bagi kaum fakir miskin mungkin mereka harus berpuasa tanpa tahu kapan mereka memiliki uang untuk membeli makanan pengganjal perut.
Dengan merasakan empati yang sama seperti yang dirasakan oleh fakir miskin, maka kita akan lebih mensyukuri hidup kita. Kita menjadi lebih peduli untuk berbagi dengan sesama.
Jika jumlah waktu makan kita dibatasi, logikanya anggaran belanja makanan kita pun berkurang. Namun yang terjadi malah, anggaran belanja selama bulan Ramadhan malah berlipat ganda. Mengapa ini bisa terjadi?
Sebagian besar dari kita menganggap ibadah puasa kita harus diganjar dengan aneka makanan istimewa setelah seharian penuh menahan lapar dan dahaga. Saat berbuka puasa dan makan sahur, meja makan kita akan dipenuhi dengan aneka makanan dan minuman yang tidak biasa disajikan di hari biasa. Tak jarang malah terkadang sangat berlebihan dan terlalu diada-adakan. Alhasil anggaran belanja pun meningkat drastis. Subhanallah!
Perintah puasa mengajarkan kesederhanaan. Sudah sepatutnyalah kita berlaku sederhana. Tidak perlu berlebihan.
“Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan……..” (QS al-A’raaf: 31-32).
”Sesungguhnya orang yang mubazir itu adalah saudara-saudara setan dan setan itu sangat ingkar kepada Tuhan.” (Surah al-Isra’, ayat 27).

2. Berpuasa tetapi tidak shalat.

Banyak sekali orang yang menjalankan perintah puasa, tetapi mangkir dalam ibadah shalat. Alasan untuk mangkir dari shalat pun beragam, ada yang karena tertidur ada yang karena terlalu asyik kongkow-kongkow bersama teman dalam rangka buka bersama. Percuma saja menahan lapar dari terbit fajar hingga terbenam matahari kalau tidak shalat. Bukankah shalat itu tiang agama. Bahkan shalat adalah rukun Islam kedua sebelum puasa. Amal yang pertama kali dihisab pada hari kiamat adalah shalat.
“Sesungguhnya amal hamba yang pertama kali akan dihisab pada hari kiamat adalah shalatnya. Apabila shalatnya baik, dia akan mendapatkan keberuntungan dan keselamatan. Apabila shalatnya rusak, dia akan menyesal dan merugi. Jika ada yang kurang dari shalat wajibnya, Allah Tabaroka wa Ta’ala mengatakan,’Lihatlah apakah pada hamba tersebut memiliki amalan shalat sunnah?’ Maka shalat sunnah tersebut akan menyempurnakan shalat wajibnya yang kurang. Begitu juga amalan lainnya seperti itu.”
Dalam riwayat lainnya, ”Kemudian zakat akan (diperhitungkan) seperti itu. Kemudian amalan lainnya akan dihisab seperti itu pula.” (HR. Abu Daud. Hadits ini dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani dalam Misykatul Masyobih no. 1330)

3. Menghabiskan waktu berpuasa dengan tidur, menonton TV, mengobrol, atau membaca bacaan-bacaan yang tidak Islami.

Sering kita mendengar bahwa tidurnya orang puasa merupakan ibadah. Hadits ini diriwayatkan oleh perawi yang bernama Sulaiman bin Amr An-Nakhahi.
Namun belakangan diketahui bahwa Sulaiman bin Amr ini termasuk ke dalam daftar para pendusta, di mana pekerjaannya adalah pemalsu hadits.
Beberapa ahli hadits seperti Al Imam Bukhari, Al-Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah, Yahya bin Ma’in, Yazid bin Harun, bahkan Imam Ibnu Hibban juga ikut mengomentari, Sulaiman bin AmrAn-Nakha’i adalah orang Baghdad yang secara lahiriyah merupakan orang shalih, sayangnya dia memalsu hadits. Keterangan ini bisa kita dapat di dalam kitab Al-Majruhin minal muhadditsin wadhdhu’afa wal-matrukin. Juga bisa kita dapati di dalam kitab Mizanul I’tidal.
Rasanya keterangan tegas dari para ahli hadits senior tentang kepalsuan hadits ini sudah cukup lengkap, maka kita tidak perlu lagi ragu-ragu untuk segera membuang ungkapan ini dari dalil-dalil kita. Dan tidak benar bahwa tidurnya orang puasa itu merupakan ibadah.
Oleh karena itu, tindakan sebagian saudara kita untuk banyak-banyak tidur di tengah hari bulan Ramadhan dengan alasan bahwa tidur itu ibadah, jelas-jelas tidak ada dasarnya. Apalagi mengingat Rasulullah SAW pun tidak pernah mencontohkan untuk menghabiskan waktu siang hari untuk tidur.
Kalau pun ada istilah qailulah, maka prakteknya Rasulullah SAW hanya sejenak memejamkan mata. Dan yang namanya sejenak, paling-paling hanya sekitar 5 sampai 10 menit saja. Tidak berjam-jam sampai meninggalkan tugas dan pekerjaan. Itupun karena Rasulullah kelelahan semalam suntuk bergadang untuk bermunajat kepada Allah.
Sekalipun program acara yang dibesut bertajuk Ramadhan, namun tetap saja tayangannya tak jauh dari parade banci, banyolan tidak mendidik, mengandung kekerasan fisik dan tekanan psikis, dan hal-hal lain yang sangat jauh dari nuansa Islami
Beberapa orang menghabiskan waktu dengan menonton televisi seharian sambil menunggu maghrib. Padahal tidak semua stasiun TV mengisi bulan Ramadhan dengan tayangan positif dan belum semua stasiun TV menjadikan Ramadhan sebagai bulan mulia dengan memperbanyak tayangan positif. Sekalipun program acara yang dibesut bertajuk Ramadhan, namun tetap saja tayangannya tak jauh dari parade banci, banyolan tidak mendidik, mengandung kekerasan fisik dan tekanan psikis, dan hal-hal lain yang sangat jauh dari nuansa Islami.
Hanya sedikit stasiun televisi yang berusaha mengisi Ramadhan dengan tayangan positif dan produktif, baik dari nilai keagamaan maupun nilai sosial. Salah satunya adalah Metro TV. Semua tayangan khusus Ramadhannya memiliki nilai-nilai yang mampu meningkatkan kualitas keimanan dan ketaqwaan seseorang. Dari Tafsir Al Misbah, Sukses Syariah, Inspirasi Ramadan, Ensiklopedi Islam, dan lain sebagainya.
Ada baiknya bila kita merasa lelah setelah seharian mengaji dan berzikir, kita menyegarkan pikiran dengan menonton tayangan Ramadhan yang memiliki nilai positif. Bukan sinetron picisan yang mengumbar kekerasan dan kedengkian, atau banyolan khas para banci, atau malah gosip-gosip para pesohor negeri.
Menahan lapar dan dahaga lebih mudah dibandingkan menahan diri untuk banyak bicara. Ada baiknya mulut kita juga berpuasa dari dari perkataan-perkataan yang tidak penting yang dapat memancing dosa lebih jauh. Banyak bicara membuat lidah kita mudah tergelincir untuk berdusta, atau membicarakan orang lain.
Lalu bagaimana dengan sebagian orang pencinta buku yang menghabiskan waktu dengan membaca buku?
Membaca buku adalah baik. Namun ada baiknya buku-buku yang dibaca adalah buku-buku Islami yang dapat meningkatkan Iman dan Takwa kita. Sungguh ironis, bila berpuasa namun membaca novel porno tetap jalan.
Kita tidak ingin hanya menahan lapar dan dahaga seharian penuh tanpa mendapat pahala dari Allah bukan?

4. Ngabuburit di mal tanpa maksud dan tujuan yang jelas.

Daripada menghabiskan waktu di mal untuk window shopping atau kongkow-kongkow lebih baik di masjid mengkhatamkan bacaan Al Quran atau memperbanyak ibadah sunnah. Kita tidak perlu capek, atau tergoda untuk membatalkan puasa. Mata kita tidak perlu melihat hal-hal yang buruk atau mengurangi pahala puasa. Dan yang terpenting, kita tidak perlu menghabiskan uang untuk hal-hal yang tidak penting.

5. Sibuk road show dari bukber yang satu ke yang lain, atau sahur keliling.

Sesekali menghadiri acara buka bersama dengan maksud untuk bersilaturahmi adalah juga bagian dari hikmah berpuasa. Namun kalau kita malah disibukkan dengan jadwal buka bersama yang padat hingga kita melalaikan shalat. Itu namanya celaka…
Saya tidak ingin melarang para pembaca sekalian untuk menghindari reuni yang bertajuk ‘Acara Buka Bersama’. Saya hanya mencoba mengingatkan, jangan sampai kegiatan buka bersama yang sebenarnya tujuannya baik malah menjadi ajang maksiat.
Bila orang-orang berkumpul biasanya, lidah begitu lincahnya berkata-kata membicarakan orang lain (ghibah). Semakin asyik mengobrol sambil menikmati hidangan berbuka puasa membuat kita malah melalaikan ibadah wajib, yakni shalat Maghrib.

6. Mudik menjadi alasan untuk tidak berpuasa dan shalat.

Menjama’ shalat dibolehkan bila seseorang berada dalam keadaan safar (perjalanan). Namun para ulama menetapkan bahwa sebuah safar itu minimal harus menempuh jarak tertentu dan ke luar kota. Di masa Rasulullah SAW, jarak itu adalah 2 marhalah. Satu marhalah adalah jarak yang umumnya ditempuh oleh orang berjalan kaki atau naik kuda selamasatu hari. Jadi jarak 2 marhalah adalah jarak yang ditempuh dalam 2 hari perjalanan.
Di zaman sekarang ini, ketika jarak itu dikonversikan, para ulama mendapatkan hasil bahwa jarak 2 marhalah itu adalah 89 km atau tepatnya 88, 704 km. Maka tidak semua perjalanan bisa membolehkan shalat jama’, hanya yang jaraknya minimal 88, 704 km saja yang membolehkan. Bila jaraknya kurang dari itu, belum dibenarkan untuk menjama’.
Ritual tahunan mudik seringkali menjadi pembenaran orang-orang untuk tidak berpuasa dan shalat. Alasannya karena mereka adalah musafir. Memang benar Allah memberikan keringanan bagi mereka yang sedang dalam perjalanan untuk tidak berpuasa dan menggabungkan/meringkas bilangan rakaat shalat bila telah mencapai jarak 88,704 km.
Dari Ibnu Abbas berkata, Rasulullah saw bersabda: “Wahai penduduk Mekkah janganlah kalian mengqashar shalat kurang dari 4 burd dari Mekah ke Asfaan.” (HR at Tabrani dan ad-Daruqutni)
Adalah Ibnu Umar ra dan Ibnu Abbas ra mengqashar shalat dan buka puasa pada perjalanan yang menempuh jarak 4 burd yaitu 16 farsakh.”
Dan perjalanan yang mendapatkan rukhsoh adalah perjalanan yang bukan untuk maksiat. Ulama kita menyebutkan:
Rukhsoh (keringanan) tidak diperoleh jika bermaksiat.”
Dan hal ini, sebagaimana disebutkan dalam firman Allah:
Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang ia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS Al-Baqarah:173)
Padahal musim mudik biasanya ada pada 10 hari terakhir Ramadhan dimana Allah melimpahkan bonus pahala yang berlipat ganda. Sayang sekali bukan kalau anda menyia-nyiakannya?

7. Sibuk memperbaharui pakaian, rumah, mobil, dan lain-lain tanpa berminat untuk memperbaharui Iman-Islam.

Sebagian besar dari kita mementingkan hal-hal duniawi untuk menyambut hari yang Fitri. Bagi mereka pakaian baru serba putih, sepatu baru, cat rumah baru, dan lain-lain sebagainya adalah salah satu cara pengejawantahan arti kembali suci.
Idul Fitri juga diartikan dengan kembali ke fitrah (awal kejadian). Dalam arti mulai hari itu dan seterusnya, diharapkan kita semua kembali pada fitrah setelah sebulan penuh di ’gojlok’ di bulan Ramadhan. Menjadi manusia baru yang lebih baik. Jangan sampai berakhir Ramadhan, berakhir pula tadarus, amal, shalat dan ibadah-ibadah lainnya.
Ada baiknya hal-hal tersebut diatas kita renungkan secara mendalam, sebab 30 hari di bulan Ramadhan merupakan hari-hari yang penuh dengan berbagai bonus dari Allah swt, sehingga sangat merugi jika disia-siakan. Di sisi lain begitu banyak alternatif kegiatan positif lainnya yang bisa dijadikan aktivitas yang bermakna ibadah tatkala ramadhan.

KULTUM 8

Watak manusia memang mencintai materi (QS Ali Imran: 14). Walaupun kesenangan materi adalah palsu dan menipu  (QS Ali Imran: 185, al-Hadid: 20)). Dan, jika dia tenggelam dalam kemateriannya maka posisinya bisa lebih rendah dari binatang. (QS al A’raf 179).
Memang, manusia harus seimbang antara materi dan rohani. Namun, orang yang bisa melepaskan diri dari kekuasaan kemateriannya, akan naik ke derajat malaikat. Saat orang berpuasa, berusaha untuk meninggalkan kemateriannya dan menuju alam malakut. Sehingga, Allah menyanjungnya dalam hadis Qudsi yang artinya:  “Setiap amalan anak cucu Adam adalah baginya kecuali puasa. Puasa adalah milik-Ku dan Aku akan langsung membalasnya. Puasa adalah perisai, jika salah seorang berpuasa jangan berkata kotor dan jangan bertengkar. Bila dihina seorang atau diajak duel, hendaknya menjawab: aku sedang puasa …” (HR Bukhari, Muslim, an-Nasa’i, dan Ibnu Hibban dari Abu Hurairah).
Itulah bonus bagi orang yang puasa Ramadhan. Agar manusia yang materialis ini bisa tawazun (seimbang), Allah memberi motivasi dengan berbagai cara. Sebagai makhluk ekonom, ia tertarik dengan segala bentuk transaksi yang menguntungkan. Untuk itu, Alquran banyak menggunakan istilah ekonomi, seperti istilah transaksi (as-Shaf: 10), rugi dan timbangan (ar-Rahman: 9), dan lainnya.
Supaya umat Islam di bulan Ramadhan mencapai puncak dalam ibadah maka Allah menyediakan beragam bonus. Rasulullah SAW bersabda, “Umatku diberi lima keistimewaan pada bulan Ramadhan yang tidak diberikan kepada umat sebelum mereka:  Bau mulutnya orang-orang puasa lebih wangi di sisi Allah dibandingkan bau minyak kasturi, setiap hari malaikat memintakan ampunan bagi mereka saat berpuasa sampai berbuka, Allah menghiasi surga untuk mereka kemudian berfirman, “Hamba-hamba-Ku yang saleh tengah melepaskan beban dan kesulitan maka berhiaslah, setan-setan dibelenggu sehingga tidak bisa menggoda dan orang-orang puasa diampuni dosa-dosa mereka pada malam terakhir bulan Ramadhan.” (HR Ahmad, al-Bazzar, al-Baihaqi).
Selain itu, pada malam pertama Ramadhan setan dibelenggu, pintu surga dibuka, pintu neraka ditutup, dan penyeru dari langi memanggil, “Wahai pencari kebaikan, songsonglah dan wahai pencari kejahatan berhentilah! Dan, Allah membebaskan banyak manusia dari neraka setiap malam Ramadhan.”
Orang yang berpuasa diberi keistimewan dengan dua kebahagiaan, yakni kebahagiaan saat berbuka dan saat bertemu dengan Allah di surga. Di surga ada pintu yang disiapkan untuk orang puasa, yaitu pintu ar-rayyan. Bila para shoimin di dunia telah masuk, semua pintu ditutup dan tidak ada yang masuk lagi selain mereka.
Lebih dari itu, di bulan suci ini, Allah menyediakan satu malam yang lebih baik dari seribu bulan, yaitu lailatul qadar (malam kemuliaan). Barang siapa yang tidak mendapat kebaikan malam itu sungguh dia termasuk orang celaka. Demikian besar bonus yang disediakan Allah pada setiap Ramadhan. Tidak cukupkah bagi kita untuk bermujahadah dalam beribadah demi menyongsong keutamaannya? Boleh jadi di antara kita, ada yang tidak bertemu kembali dengan bonus-bonus RAMADHAN.

KULTUM 9
Ramadhan tinggal beberapahari lagi. Sudahkah kita jadikan momentum istimewa ini sebagai media untuk benar-benar meraih predikat taqwa? Hari terakhir Ramadhan bukanlah saat untuk semata-mata mempersiapkan Lebaran, bekerja kian giat agar bisa belanja pakaian dan makanan, sampai-sampai meninggalkan ibadah iktikaf.
Bagi orang yang benar-benar merasa terpanggil oleh Allah SWT, tentu ia akan jadikan Ramadhan ini benar-benar berarti dalam hidupnya. Ia akan berusaha semaksimal mungkin meraih keridaan Allah SWT. Satu upaya yang harus dilakukan dengan penuh keimanan dan penuh semangat di bulan suci ini ialah iktikaf, terkhusus pada sepuluh hari terakhir. Di penghujung ayat tentang Ramadhan (QS 2: 187), Allah menyebut tentang iktikaf. Ini mengindikasikan bahwa iktikaf adalah hal penting untuk diutamakan seorang Muslim di bulan Ramadhan.
Selain itu, Rasulullah SAW tidak pernah melewatkan momentum Ramadhan untuk iktikaf. Bahkan, pada tahun di mana Beliau meninggalkan umatnya untuk selamalamanya. “Nabi dahulu iktikaf pada sepuluh hari terakhir dari Ramadhan, hingga Beliau diwafatkan Allah SWT, kemudian istri-istrinya iktikaf setelahnya.” (HR Bukhari).
Secara bahasa iktikaf berarti menetapi sesuatu dan menahan diri agar senantiasa tetap berada padanya, baik hal itu berupa kebajikan maupun keburukan.
Sementara secara istilah iktikaf bermakna menetapnya seorang Muslim di dalam masjid untuk melaksanakan ketaatan dan ibadah kepada Allah SWT.
Secara historis, iktikaf dalam praktiknya juga dilakukan oleh Nabi dan umat sebelum Rasulullah SAW. Kisah ini terdapat dalam firman-Nya: “Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail: ‘Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang tawaf, yang iktikaf, yang rukuk, dan yang sujud.” (QS 2: 125).
Iktikaf akan membantu seorang Muslim mencapai derajat takwa dengan lebih sempurna. Sebab, dengan iktikaf, dia akan senantiasa terdorong untuk melakukan ibadahibadah dengan penuh kekhusyukan. Situasi demikian tentu akan mendorong terjadinya peningkatan kualitas iman dan takwa.
Orang yang iktikaf akan terbantu untuk melakukan shalat berjamaah tepat waktu, shalat tarawih, shalat tahajud, shalat sunah, membaca Alquran, tafakur, zikir, dan beragam bentuk ibadah lainnya. Dengan cara demikian, insya Allah orang yang beriktikaf akan terbantu untuk mendapatkan malam lailatul qadar.
Iktikaf tidak saja mendorong kesa daran untuk melakukan ba nyak ibadah, tetapi juga kesadaran untuk mencintai masjid. Kecintaan kepada masjid adalah salah satu ciri seorang yang ber iman kepada Allah dan hari akhir.
Allah berfirman, Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Hari Kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan tidak takut (kepada siapa pun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS 9: 18).
Jadi, marilah kita laksanakan iktikaf dengan penuh kesungguhan.
.
KULTUM 10
Bulan Ramadhan merupakan bulan yang agung, bulan yang selalu dijadikan momentum untuk meningkatkan kebaikan, ketakwaan serta menjadi ladang amal bagi orang-orang yang shaleh dan beriman kepada Allah SwT.
Tidak terasa, Ramadhan tahun ini sudah mendekati akhir karena telah telah memasuki 10 hari terakhir. Sebagian ulama kita membagi fase bulan Ramadhan dengan tiga bagian. Fase pertama, yaitu 10 hari pertama adalah sebagai fase rahmat, 10 hari kedua atau pertengahan adalah fase maghfiroh, serta fase ketiga atau 10 hari terakhir adalah fase pembebasan dari api neraka. Maka saat ini kita berada dalam fase ketiga, yaitu fase pembebasan dari api neraka. Sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Salman al- farisi, “Adalah bulan Ramadhan, awalnya rahmat, pertengahannya ampunan dan akhirnya pembebasan dari api neraka.”
Rasulullah Muhammad Saw, yang merupakan manusia terpilih dan suri tauladan terbaik bagi kita, jika Ramadhan memasuki 10 hari terakhir, maka beliau semakin memaksimalkan diri dalam beribadah. Beliau menghidupkan malam harinya untuk mendekatkan diri kepada Allah SwT, bahkan beliau membangunkan keluarganya agar turut beribadah. Dari Aisyah r.a., ia menceritakan tentang keadaan Nabi Saw ketika memasuki sepuluh hari terakhir Ramadhan, “Beliau jika memasuki sepuluh hari terakhir Ramadhan, mengencangkan ikat pinggang, menghidupakn malamnya dan membangunkan keluarganya.” (HR. Bukhari).
Rasulullah Saw sangat memerhatikan 10 hari terakhir bulan Ramadhan karena di dalamnya begitu banyak keutamaan yang bisa didapatkan pada waktu-waktu tersebut. Beberapa di antaranya: Pertama, sebagaimana sudah lazim kita pahami bahwa sepuluh hari terakhir pada bulan Ramadhan adalah turunnya lailatul qadr. Malam yang sangat dinantikan untuk didapatkan oleh orang-orang yang melaksanakan ibadah puasa dengan penuh keimanan dan pengharapan ridha Allah SwT, karena pada malam tersebut siapa saja yang beribadah kepada Allah SwT dengan penuh keimanan dan pengharapan kepada Allah SwT maka nilai ibadahnya sama dengan bernilai ibadah selama 1000 bulan yang juga berarti sama dengan 83 tahun 4 bulan. Sebagaimana firman Allah SwT dalam surat Al-Qadr ayat 3: “Lailatul Qdr itu lebih baik dari seribu bulan.” (QS. Al-Qadr: 3).
Tentunya dengan mendapatkan lailatul qadr adalah suatu hal yang sangat membahagiakan bagi orang yang beriman yang melaksanakan ibadah puasa dengan penuh keimanan kepada Allah SwT. oleh karenanya, pada hari 10 terakhir ini tidak sedikit dari kaum muslimin yang melakukan i’tikaf di masjid agar rangkaian ibadah yang dilaksanakan, shalat malam, tadarus Al-Qur’an, berdzikir dan amalan-amalan lainnya dapat dilaksanakan dengan khusyuk, tentunya dengan tujuan lailatul qadr dapat diraih. Pada malam tersebut keberkahan Allah swT melimpah ruah, banyaknya malaikat yang turun pada malam tersebut, termasuk Jibril a.s. Allah SwT berfirman: “Malam itu (penuh) kesejahteraan hingga terbit fajar.” (QS. Al-Qadr; 5).
Dalam sebuah hadits shahih Rasulullah saw juga menyebutkan tentang keutamaan melakukan qiyamullail di malam tersebut. Beliau bersabda. “Barangsiapa melakukan shalat malam pada lailatul qadr karena iman dan mengharap pahala Allah, niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Keutamaan kedua adalah sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan merupakan pamungkas bulan ini, sehingga hendaknya setiap insan manusia yang beriman kepada Allah SwT mengakhiri Ramadhan dengan kebaikan, yaitu dengan berupaya dengan semaksimal mungkin mengerahkan segala daya dan upayanya untuk meningkatkan ibadah pada 10 hari terakhir di bulan Ramadhan. Karena amal perbuatan itu tergantung pada penutupnya atau akhirnya.
Rasullah Saw bersabda: “Ya Allah, jadikan sebaik-baik umurku adalah penghujungnya. Dan jadikan sebaik-baik amalku adalah pamungkasnya. Dan jadikan sebaik-baik hariku adalah hari di mana saya berjumpa dengan-Mu kelak.”
Dengan demikian mari kita maksimalkan sisa-sisa bulan Ramadhan ini dengan meningkatkan amaliyah ibadah kita kepada Allah SwT dengan qiyamullail (menghidupkan malam) pada bulan Ramadhan, khususnya pada malam-malam penghujung bulkan ini. Semoga kita mendapatkan segala limpahan kemuliaan dari Allah SwT. Amiiiin……


Itulah 10 materi kultum yang dapat saya sajikan. Semoga dapat bermanfaat bagi para pembaca sekalian. dan saya ucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang terkait dalam pembuatan materi kultum ini...........


Wa afu minkum. wassalamu'alaikum Wr. Wb.